Serangan-serangan terorisme mengerikan seperti yang terjadi di Paris dan San Bernardino oleh para ekstremis yang mengatasnamakan Islam telah menimbulkan gelombang rasa permusuhan, ketakutan, dan kebencian terhadap semua atau sebagian besar umat Islam. Gejala yang lazim disebut Islamofobia ini telah menjadi hal normal dalam budaya populer di Amerika dan Eropa.
Islamofobia sedang meningkat. Kaum Muslim telah disamaratakan dan disamakan dengan jenis ekstremisme militan dan terorisme yang dilakukan oleh sebagian amat kecil orang Islam, mengabaikan fakta bahwa sebagian besar korban justru adalah orang Islam sendiri. Ini menimbulkan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan Islamofobia dan kebijakan domestik yang mengancam kebebasan sipil kaum Muslim. Tetapi, apakah yang menjadi penyebabnya?
Buku ini mencoba menelusur akar kemunculan ketakutan terhadap Islam di Dunia Barat. Menampilkan analisis dan opini dari para pakar, seperti Karen Armstrong, John L. Esposito, Tariq Ramadhan, Imam Abdul Malik Mujahid, pembaca diajak untuk mendapatkan perspektif yang luas dan merenungkan tindakan yang dapat diambil untuk meredakannya.
Lebih dari itu, buku ini ingin mengajak setiap orang untuk menumbuhkan sikap positif dan penuh harapan ketika mempelajari agama lain. Harapannya adalah untuk mengembalikan sikap welas asih ke pusat moralitas dan agama, meningkatkan saling pengertian dalam hubungan antar-sesama.
Pengantar
dan Cara Menggunakan Panduan Ini
Dalam buku ini, Anda akan menemukan berbagai sumber informasi—ada yang menawarkan kesempatan untuk merenung, ada pula yang lebih bersifat preskriptif: berisi saran, tips, dan langkah praktis. Kami anjurkan agar Anda terlebih dahulu menelusuri secara sekilas seluruh isi buku ini untuk memperoleh gambaran tentang apa yang tersedia: ada kerangka kontekstual oleh Karen Armstrong; panduan bagi umat Muslim oleh Imam Abdul Malik Mujahid; ikhtisar Islamofobia oleh Barbara Kaufmann; dan sejumlah tautan ke berbagai situs internet yang disediakan oleh Council on American-Islamic Relations (CAIR), American Friends Service Committee (AFSC), Anti-Defamation League (ADL), dan lain-lain, yang banyak di antaranya dimaksudkan untuk digunakan oleh para pendidik. Akhirnya, Anda akan menemukan sebuah artikel renungan yang ditulis Abdal Hakim Murad, dekan Cambridge Muslim College, serta sebuah daftar yang berisi bahan-bahan yang bisa Anda rujuk untuk kajian lebih lanjut.
Setelah memperoleh gambaran umum tentang apa saja yang tersedia di sini, kami sarankan agar Anda meluangkan waktu membaca setidaknya satu dari artikel-artikel pendahuluan dalam buku ini. Lalu, gunakan panduan ini untuk bertindak. Satu-satunya hal terpenting yang dapat Anda lakukan untuk melawan Islamofobia adalah dengan tidak berdiam diri. Keberanian Anda berbicara akan memberanikan orang-orang lain untuk berwelas asih, dan bisa menghentikan para penghujat.
Kami mengundang Anda berbagi pengalaman dengan kami, bisa di halaman Facebook https://www.facebook.com/CharterCities/ ataupun dengan mengirimkan surel ke Charter for Compassion di contact@ charterforcompassion.org.
Dokumen ini akan terus diperbarui secara online (di jaringan internet). Anda dapat memperoleh pembaruan-pembaruan tersebut di sini: http://www.charterforcompassion.org/index.php/compassion-and-religion/ islamophobia-guidebook.[]
Apakah Islamofobia Itu?
Kita kerap menggunakan istilah-istilah tanpa menyimak etimologi (asal-usul)-nya. Ketika kami mendiskusikan Islamofobia1 dalam suatu konferensi jarak jauh (yang laporannya dapat diperoleh di: http://www.charterforcompassion.org/index.php/religion-spiritua lity-interfaith-reports-and-documents), beberapa peserta meminta semua yang mengikuti konferensi tersebut agar mempertimbangkan kata-kata yang kami gunakan ketika berbicara tentang Islamofobia—intinya adalah menghindari penggunaan bahasa agresif (misalnya, kata “serangan”, “pertempuran”, “medan pertempuran”, “perang”, dan seterusnya). Kemudian, seorang peserta, Linn Moffett, menulis bahwa “kita perlu berhati-hati dan terus-menerus menyadari kata-kata yang kita gunakan untuk merespons seluruh pesan lainnya yang disiarkan di berbagai saluran dan media; dan yang lebih penting lagi, dalam segenap napas kesadaran manusia, baik yang dinyatakan maupun tidak, sebab hal itu tetap akan muncul.”
Dalam kesempatan lainnya, Nancy Seifer mengutarakan bahwa respons Charter for Compassion untuk menangani Islamofobia telah membangkitkan luapan energi yang selama ini tersembunyi dan semoga dapat dikerahkan demi kebaikan. Ini terbukti dalam sebuah laporan, “Islamophobia in 2015: The Good, the Bad, and the Hopeful” (Islamofobia pada 2015: Yang Baik, yang Buruk, dan yang Berpengharapan), yang disertakan dalam buku panduan ini. Dia juga menyarankan agar kita bisa mulai menggunakan kata “pantang menyakiti” (“harmlessness”)—“sebuah istilah yang positif guna mengekspresikan kesadaran di balik prakarsa ini—yang bermakna mengakui kesatuan atau kesaling-terjalinan seluruh kehidupan dan, karenanya, menolak menyakiti bahkan mereka yang dianggap sebagai musuh sekalipun”. Dia menekankan bahwa ajaran ahimsa dalam filosofi Jain Gandhi kerap dirumuskan sebagai mempraktikkan sikap pantang menyakiti.
Memang, sepatutnyalah kita mesti bersikap positif dan penuh harapan ketika kita mempelajari Islam, dan tentu juga ketika kita mempelajari agama-agama lainnya.
Dan tentu saja, tulisan di dalam Charter for Compassion (“Piagam Welas Asih”) itu sendiri membantu menunjukkan jalannya:
Kami … berseru kepada segenap umat manusia, lelaki maupun perempuan, agar mengembalikan rasa welas asih ke pusat moralitas dan agama ~agar kembali ke prinsip lama peradaban bahwa setiap penafsiran atas kitab suci yang menimbulkan kekerasan, kebencian, atau penghinaan tidak dapat diterima ~untuk memastikan agar generasi muda diberi informasi yang akurat dan santun tentang berbagai tradisi, agama, dan budaya lain ~agar mendorong penghargaan yang positif atas keragaman budaya dan agama ~agar menanamkan empati (berbela rasa) perihal penderitaan seluruh umat manusia, bahkan terhadap mereka yang dipandang sebagai musuh.
Istilah “Islamofobia”
Pusat Kajian Ras dan Gender Universitas California-Berkeley menawarkan definisi Islamofobia sebagai berikut.
Istilah “Islamofobia” pertama kali diperkenalkan sebagai suatu konsep dalam sebuah laporan “Runnymede Trust Report” tahun 1991 dan didefinisikan sebagai “permusuhan tidak berdasar terhadap umat Islam, dan, dengan demikian, ketakutan atau kebencian terhadap semua atau sebagian besar umat Islam”. Istilah ini diciptakan dalam konteks umat Muslim Inggris khususnya dan Eropa umumnya, dan dirumuskan berdasarkan kerangka “xenofobia” (ketakutan dan kebencian terhadap orang asing) yang lebih luas.
Laporan tersebut menunjuk pada sejumlah sikap yang lahir dari serangkaian pandangan berikut:
- Islam adalah agama yang monolitik (tunggal-kaku tanpa variasi) dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan realitas-realitas baru.
- Islam tidak memiliki nilai-nilai yang sama dengan yang diajarkan agama-agama besar lainnya.
- Islam adalah agama inferior dalam pandangan Barat. Ia adalah agama yang kuno, biadab, dan tidak rasional.
- Islam merupakan agama kekerasan dan mendukung terorisme.
- Islam adalah ideologi politik yang buas.
Islamofobia adalah suatu ketakutan atau prasangka yang direkayasa dan dipicu oleh struktur kekuasaan global saat ini yang bersifat Eropa-sentris dan Orientalis. Ketakutan atau prasangka ini diarahkan pada isu ancaman orang-orang Islam”—baik yang hanya berupa kesan maupun yang benar-benar nyata—dengan mempertahankan dan memperluas berbagai kesenjangan yang ada di dalam hubungan ekono mi, politik, sosial, dan budaya, sembari melakukan rasionali sasi bahwa kekerasan perlu digunakan sebagai cara untuk melakukan “pembenahan peradaban” pada komunitas-komunitas yang disasar (umat Muslim atau yang lainnya). Islamofobia memperkenalkan kembali serta menegaskan kembali suatu struktur rasial global yang dengannya ke senjangan distribusi sumber daya dipertahankan dan diper luas.[]
Sumber: Pusat Kajian Ras dan Gender Universitas California-Berkeley: http://crg.berkeley.edu/content/islamophobia/defining-islamophobia
_________
1 Catatan editor: “Islamofobia” adalah pengindonesiaan dari istilah bahasa Inggris“Islamo phobia”, yang merupakan gabungan dari kata “Islam” dan “phobia” (ketakutan). Jadi, Islamofobia singkatnya adalah “ketakutan terhadap Islam”.