Kita hidup dalam masa transformasi sosial dan kegelisahan yang luar biasa. Setiap hari gambaran tentang peperangan, kemiskinan, bencana alam, dan terorisme disorotkan ke ruang-ruang tengah kita. Adakah sesuatu dari masa silam yang dapat mengajari kita bagaimana menanggapi situasi penuh kekerasan ini? Dalam buku ini, Karen Armstrong mengajak kita menjelajahi panorama evolusi tradisi-tradisi agama untuk menemukan jawab bagi pertanyaan di atas. Setelah memukau dunia dengan “Sejarah Tuhan”, Karen kembali memperlihatkan kepiawaiannya meramu untaian rumit masa silam menjadi prosa jernih dan cerdas yang dapat dinikmati oleh para peminat kajian agama maupun sejarah.Fokus kajiannya adalah Zaman Aksial yang merentang sekitar tahun 900 hingga 200 SM—masa-masa peletakan fondasi tradisi agama-agama dunia. Karen menunjukkan betapa orang-orang bijak Zaman Aksial—Zoroaster, Konfusius, Buddha, Amos, dan Socrates—hidup dalam masa yang penuh kekerasan layaknya kita sekarang ini. Kekerasan, pergolakan politik, intoleransi agama pun mendominasi masyarakat zaman itu, dan agama-agama Aksial merespons dengan mengembangkan sikap berbela rasa, cinta dan keadilan, melampaui egotisme dan kebencian. Kaidah Emas adalah inti dari nilai-nilai Zaman Aksial.
Karen Armstrong yakin kita perlu mengembangkan nilai-nilai simpati dan berbela rasa seperti yang dikembangkan orang-orang bijak Zaman Aksial. Dalam era teror internasional ini, kita tidak bisa mengelak dari dukkha kehidupan. Para guru bijak Aksial akan memandang ini sebagai peluang religius. Zaman Aksial adalah masa-masa genius spiritual; kita kini hidup dalam masa genius ilmiah dan teknologi. Untuk pendidikan spiritual, kita jauh tertinggal dibanding orang-orang bijak Zaman Aksial. Kepada merekalah kita mesti berguru.